Komite I DPD RI Tanyakan Kondisi Pilkada Aceh

0
11
Komite I DPD RI Tanyakan Kondisi Pilkada Aceh

POLITIKACEH.CO | Banda Aceh – Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada Senin, 6 Februari 2017, di Aula KIP Aceh.

Dalam pertemuan itu, turut hadir perwakilan beberapa KIP kabupaten/kota di Aceh serta unsur Pemerintah Aceh. KIP menjelaskan kondisi politik di Aceh dan kesiapan penyelenggara dalam Pilkada 15 Februari 2017 nanti. Selain itu, KIP juga mengutarakan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi.

Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi menyebutkan, Provinsi Aceh menduduki peringkat kedua dalam hal kerawanan Pilkada. Sejauh tahapan Pilkada 2017, beberapa persoalan sempat muncul meski tidak memberikan efek besar dan stabilitas politik di Aceh masih aman.

Iklan Muallem - TA KhalidIklanIklan Muallem - TA Khalid

“Kita berharap situasi Pilkada di Aceh stabil hingga tahapan Pilkada selesai,” tuturnya.

Ia mengatakan, simulasi dan evaluasi untuk memaksimalkan gelar Pilkada 2017 sudah dilakukan KIP Aceh. Begitu juga pada TPS di Aceh yang akan menggelar pemungutan suara, seluruh struktur kesiapannya sudah seratus persen.

Beberapa hal yang menjadi konsentrasi penyelenggara ialah TPS yang didirikan harus akses untuk disabilitas.

Di samping itu, sebutnya, masih terjadi konflik regulasi terkait dengan pelantikan kepala daerah yang terpilih nantinya. Dalam UUPA pasal 69 disebutkan, pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Gubernur/Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA.

Sementara pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan, pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur dilakukan di istana negara Indonesia.

“Kami mohon selisih hukum ini bisa diselesaikan agar pelantikan Gubernur Aceh bisa diterima oleh semua pihak,” ujarnya.

Wakil Komite I DPD RI, Fachrul Razi mengatakan, konflik regulasi suatu permasalahan yang sekarang belum selesai. Hal itu juga tidak terlepas dengan persoalan ketegasan pemerintah pusat.

Ujarnya, Aceh punya kekhususan dan pusat harus melihat itu. Soal regulasi yang berbenturan tersebut, akan dibahas dan dicari solusi.

Menjadi anggota KIP, menurutnya tidak mudah karena situasi dan tipikal politik di Provinsi Aceh dan daerah lain berbeda. Ia juga berterima kasih kepada KIP yang bekerja dengan netralitas tinggi.

“Karena tanpa netralitas penyelenggara, akan ada banyak orang yang melakukan pelanggaran,” kata Fachrul.||[Hadi | MC KIP Aceh]